Rabu, 30 November 2011

Sistem Pendidikan Hambat Pengembangan Kewirausahaan

Sistem Pendidikan Hambat Pengembangan Kewirausahaan

Pengembangan kewirausahaan di Indonesia masih terkendala beberapa hambatan, antara lain pendidikan, sikap masyarakat, akses permodalan, dan kebijakan pemerintah.

Oleh karena itu, para calon pelaku usaha, terutama para pemuda, harus difasilitasi, agar tergerak untuk membuka usaha yang inovatif .

Hal itu disampaikan Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Tatang A Taufik, usai peluncuran program iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) pemuda dan pengukuhan lembaga inkubator daerah Pertiwi Techno Center, di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa (22/11/2011).

Menurut dia, selama ini pendidikan di Indonesia masih belum mengajarkan sistem kewirausahaan, sehingga sebagian besar pemuda memilih untuk menjadi pegawai. Sikap masyarakat juga masih memandang pegawai memiliki status lebih. Selain itu, pelaku usaha masih kerap menghadapi kendala perizinan dari pemerintah, serta kendala akses permodalan.

Oleh karena itu, menurut Tatang, upaya fasilitasi perlu dilakukan antara lain melalui program iptek pemuda dan lembaga inkubator daerah. Program iptek pemuda dimaksudkan untuk mendorong kreatifitas pemuda, sedangkan inkubator daerah dimaksudkan untuk memfasilitasi dan mendampingi para calon pengusaha, agar bisa mengembangkan usaha-usaha baru yang kreatif.

BPPT, lanjutnya, mendampingi lembaga inkubator di daerah, yang dibentuk bersama dengan dinas perindustrian setempat. Hingga saat ini, terdapat tujuh lembaga inkubator daerah yang terbentuk, yaitu di Kabupaten Cimahi, Kota Pekalongan, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Gunung Kidul, serta Kabupaten Tegal. Sebenarnya ada 14 daerah yang didampingi, tetapi yang sudah memiliki inkubator tujuh daerah, katanya.

Selama proses inkubasi, para calon pengusaha diberi pelatihan dan fasilitas, antara lain dalam bisang pemasaran dan akses bisnis. Menurut Tatang, rata-rata, masa inkubasi yang dibutuhkan para calon pengusaha hingga menjadi pengusaha yang mampu mengembangkan usaha sekitar 3,5 tahun.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Suharmanto, menambahkan, Pemkab Tegal tergerak untuk menyelanggarakan lembaga inkubator daerah, karena lembaga itu akan memfasilitasi pengusaha baru agar bisa berkembang.

Sabtu, 26 November 2011

Selamat Tahun Baru 1433 H

Berbeda sekali dengan tahun baru Masehi, tahun baru Hijriyah atau tahun baru Islam terkadang kurang begitu diketahui dan jauh dari kesemarakan dunia. Dalam tahun baru hijriyah tidak ada terompet yang dibuat, pemutaran film, dan tidak ada gerombolan orang berdesakan ditempat umum menunggu detik-detik pergantian tahun.

Peringatan tahun baru Islam kali ini hanya dirayakan dengan adanya spanduk yang bertemakan "Selamat Tahun Baru Islam", ceramah sekedarnya, seakan tahun baru Islam tidaklah bersejarah. Ini yang sangat di sedihkan.

Ada apa dengan para pemuda Islam ? Kenapa mereka ?

Beberapa pertanyaan aneh terlempar begitu saja dalam fikiran saya, saya menyadari kalau pemuda jaman sekarang lebih mementingkan urusan maksiatnya ketimbang mengurus akhiratnya. mereka lebih bersemangat jika berada ditempat hiburan malam, arena penyedia kenikmatan sesaat, sehingga masjid dan mushalla lebih cenderung diisi oleh orang yang sudah tua, yang sudah jelas urusan dunianya.

Sampai kapan hal ini terus berlarut ? Akankah kegelapan terus melingkari kehidupan kita ?

Ayo pemuda Islam, mari kita bangun kesadaran, kecamkan tahun baru ini dihati kita sebagai titik dimana kehidupan bukanlah untuk maksiat

Mengucapkan Selamat Tahun Baru Hijriyah, Antara Boleh dan Tidak

Mengucapakan selamat tahun baru Hijriyah tidak pernah dikenal pada masa sahabat. Namun pada masa belakangan ini muncul banyak pertanyaan tentangnya yang ditujukan kepada para ulama kontemporer. Kemudian mereka mengeluarkan pendapat dengan argumentasi mereka dan sudut pandang yang dipahami. Secara global pendapat ulama tentang ucapan tahun baru Hijriyah terbagi menjadi dua pendapat.

Pendapat pertama, membolehkan karena ia termasuk bagian dari tradisi, bukan ubudiyah. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata, "Saya berpendapat memulai mengucapkan selamat saat datangnya tahun baru adalah tidak mengapa, namun itu tidak disyariatkan. Maksudnya, kami tidak mengatakan kepada orang-orang: Itu disunnahkan bagi kalian, maka sebagin kalian mengucapkan selamat kepada yang lain. Tetapi jika mereka mengerjakannya maka tidak apa-apa (tidak berdosa). Dan sepantasnya juga, jika ada yang mengucapkan selamat tahun baru kepadanya agar memohonkan kepada Allah untuknya agar menjadi tahun yang baik dan berkah, maka seseorang seyogianya membalas ucapan selamat. Ini pendapat kami dalam masalah ini, ia termasuk perkara adat (budaya) dan bukan bagian perkara ta'abbudiyah (peribadatan)." (Liqa' al-Bab al-Maftuh)

Jawaban beliau yang lain tentang masalah ini dalam "al-Liqa' al-Syahri", "Jika ada seseorang mengucapkan selamat kepadamu maka balas (jawab)-lah ucapannya. Dan jangan engkau memulai mengucapkannya kepada seseorang. Inilah pendapat yang benar dalam masalah ini. Jika ada orang berkata kepadamu, misalnya: Kami mengucapkan selamat tahun baru kepadamu.

Maka ucapkanlah, "Semoga Allah melimpahkan kebaikan kepadamu dan menjadikannya sebagai tahun yang baik dan berkah." Tapi janganlah engkau memulai mengucapkannya kepada seseorang, karena saya tidak pernah tahu ada keterangan dari ulama salaf (ulama terdahulu), mereka memberikan ucapan selamat tahun baru. Terlebih yang perlu Anda ketahui, mereka tidaklah menjadikan bulan Muharram sebagai tahun baru kecuali pada masa kekhilafahan Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu."

Dan dalam al-Dhiya' al-Lami' (hal. 702) beliau berkata, "Bukan termasuk sunnah, kita menyebut datangnya tahun baru HIjriyah sebagai 'Id (hari raya) atau kita membiasakan saling mengucapkan selamat atas kehadirannya."
. . . Bukan termasuk sunnah, kita menyebut datangnya tahun baru Hijriyah sebagai 'Id (hari raya) atau kita membiasakan saling mengucapkan selamat atas kehadirannya. . . (Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)
Syaikh Abdul Karim al-Khudhair berfatwa mengenai ucapan selamat tahun baru hijriyah, "Mendoakan kebaikan seorang muslim dengan doa yang global yang tidak dijadikan oleh seseorang sebagai ubudiyah dengan melafadhkannya pada momentum-momentum tertentu seperti perayaan-perayaan, maka itu tidak apa-apa. Terlebih apabila maksudnya dari ucapan selamat ini untuk menunjukkan kecintaan, menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan pada wajah seorang muslim. Imam Ahmad berkata, "Saya tidak mau mengawali ucapan selamat. Namun jika ada seseorang yang mengawalinya, maka aku pasti menjawabnya. Karena menjawab sebuah penghormatan adalah wajib. sedangkan memulai ucapan selamat bukanlah termasuk sunnah yang diperintahkan dan juga bukan termasuk perkara yang dilarang." (Dikutip dari, Situs al-Islamwa Jawab, www.islamqa.com)

Pendapat Kedua, melarang secara keseluruhan. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Shalih al-Fauzan. Saat beliau ditanya tentang ucapan selamat tahun baru hijriyah, maka beliau menjawab, "Kami tidak mengenal dasar untuk mendukung hal ini. Dan maksud penanggalan Hijriyah bukan ini, awal tahun dijadikan sebagai satu moment, dihidupkan, menjadi kalimat ucapan, perayaan dan saling mengucapkan selamat. Sesungguhnya dibuatnya penanggalan hijriyah adalah untuk membedakan kesepakat-kesepakatan (kontrak) saja. Ini sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu saat kekhilafahan Islam meluas pada masanya, datanglah beberapa surat yang tak bertanggal.

Maka dibutuhkan penetapan penanggalan agar diketahui tanggal pengiriman dan penulisan. Kemudian beliau bermusyawarah dengan para sahabat, lalu mereka mengusulkan agar menjadikan hijrah sebagai titik tolak penanggalan hijriyah. Mereka menolak penanggalan Miladiyah yang sudah ada pada masa itu, lalu menjadikan hijrah sebagai permulaan penanggalan kaum muslimin untuk mengetahui status dokumen dan surat saja. Bukan untuk dijadikan sebagai momentum, dijadikan kalimat ucapan, ini akan menyeret kepada perkara bid'ah."

Beliau pernah mendapatkan pertanyaan, "Jika ada seseorang mengucapkan kepadaku: Kullu 'Aamin Wa Antum Bikhairin, apakah kalimat ini disyariatkan pada hari-hari tersebut. Dengan tegas beliau menjawab, "Tidak, tidak disyariatkan, dan ini tidak boleh." (Lihat: al-Ijabah al-Muhimmah fi al-Masyakil al-Mulimmah: 229)

Mana yang Lebih Kuat?

Melihat perbedaan kesimpulan para ulama (masih banyak ulama-ulama lain yang berbeda pendapat dalam masalah ini), sepertinya pendapat yang melarang (anjuran agar meninggalkan) adalah lebih kuat dengan beberapa pertimbangan:
Ucapan tahun baru Hijriyah adalah ucapan selamat terhadap hari tertentu dalam satu tahun, diulang-ulang setiap tahun. Maka ucapan selamat menjadi seperti hari raya yang dikerjakan berulang-ulang. Sedangkan kita dilarang menetapkan hari raya selain Idul Fitri dan Isul Adha. Karenanya mengucapkan selamat dilarang.
Ada sisi menyerupai Yahudi dan Nasrani sedangkan kita diperintahkan agar menyelisihi mereka. Karena Yahudi mengucapkan selamat kepada sesamanya pada awal tahun Ibrani yang diawali pada bulan Tishrei, bulan pertama dalam penanggalan Yahudi. Sementara Nasrani, sesama mereka saling mengucapakan selamat pada tahun baru Masehi.
Terdapat unsur tasyabuh (menyerupai) dengan Majusi dan musyrikin Arab. Adapun orang Majusi saling mengucapkan selamat pada hari raya Nairuz, hari permulaan tahun. Sementara orang Arab Jahiliyah, mereka mengucapkan selamat kepada raja-raja mereka pada hari pertama dari bulam Muharram sebagaimana yang disebutkan dalam kitab, "Ajaaib al-Makhluqaat." (Lihat kitab al A'yaad wa Atsaruhaa 'ala al-Muslimini, DR. Sualiman al-Sahimi.
Jika dibolehkan atau ditradisikan mengucapkan selamat atas tahun baru Hijriyah akan membuka pintu untuk dibolehkannya atau ditradisikannya ucapan selamat tahun pelajaran baru, hari kemerdekaan, hari kenegaraan, dan semisalnya, yang tak pernah dibolehkan oleh mereka yang membolehkan ucapan selamat tahun baru Hijriyah.
Ucapan selamat tahun baru Hijriyah, pada dasarnya, tidak memiliki makna. Asal makna ucapan selamat adalah karena mendapat nikmat yang baru atau dihindarkan dari bencana. Pertanyaannya, nikmat apa yang diperoleh dengan berakhirnya tahun Hijriyah? Dan yang paling penting adalah bermuhasabah (introspeksi diri) sudah banyak umur yang berkurang dan ajal semakin dekat. [PurWD/voa-islam.com]

Selasa, 22 November 2011

Tentang Kita

Sejarah ini sedikit saja bermulai akan tetapi akan berakhir dengan kejutan yang luar biasa.
Setiap manusia dimuka bumi ini slalu berusaha menjadi yang terbaik dengan segala daya dan upaya mereka kerahkan untuk mencapai sejuta angan dan mimpi yang mungkin sempat tertunda oleh hiruk pikuk waktu yang terus berlalu tampa bisa kita rem seedikitpun. kembali pada fakta bahwa kita harus berjuang untuk menjadi yang terbaik.