Selasa, 23 Oktober 2012

Melayu Berbudi


Moralitas harus dijunjung tinggi oleh penguasa yang memimpin. Banyaknya kebobrokan politik dan ekonomi di Indonesia disebabkan karena rendahnya moralitas yang dimiliki pemimpin; dalam kancah perpolitikan, etika dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari sudah tidak ada. Alhasil, banyak kerugian yang dialami oleh berbagai pihak; sedangkan keuntungan yang sifatnya sementara hanya dialami oleh sebagian kecil saja. Banyak pemimpin yang berkuasa ttapi sesungguhnya tidak memimpin. Sebab, memimpin berarti memberikan arah politik dan ekonomi yang jelas.
Khazanah Melayu sangat kaya dengan kandungan pesan moral dan etika, termasuk etika politik. Sifat-sifat kepemimpinan yang ideal telah banyak dijabarkan dalam karya-karya sastra Melayu. Maka dari itu, sangatlah tepat apabila kita mencoba untuk menggali, mempelajari, dan berusaha mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia kini membutuhkan sosok pemimpin yang berpihak pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan partai politik atau kelompok tertentu. Khazanah politik Melayu banyak menawarkan konsep kepemimpinan yang ideal tersebut.
Orang-orang Melayu di Indonesia kini merindukan sosok seperti Suman Hs. Tokoh kharismatik Riau tersebut dikenal sebagai sosok pemimpin yang berwibawa, bersahaja, dan sangat dekat dengan nilai-nilai kepemimpinan dalam khazanah Melayu. Kebersahajaannya dapat dilihat dari sikap berjalan yang terbungkuk-bungkuk, naik kendaraan sepeda yang buruk, dan masih banyak lagi. Pemimpin dalam konsep Melayu bukanlah berada di belakang sehingga ia ditinggalkan, tetapi di tengah-tengah rakyatnya. Pemimpin adalah seseorang yang mampu berkata: “Kalau aku ini adil sembahlah aku, kalau aku lalim sanggahlah aku”. [9]
Indonesia juga membutuhkan figur Raja Ali Haji yang dikenal mampu membangkitkan motivasi masyarakat dan umat. Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu memberikan semangat kepada rakyatnya, bukan pemimpin yang menghasilkan sikap pesimis bagi rakyatnya.
Angka korupsi yang tinggi, kekerasan dalam pemilihan kepala daerah, pro-kontra seputar anti-pornografi dan pornoaksi, DPR yang tidak kritis, DPD yang mandul, pemerintah yang tuli dan buta terhadap penderitaan rakyat, memberi sinyal kuat bahwa politik Indonesia kita bermasalah, penuh kotoran, sampah, limbah, dan virus. Sejumlah patologi politik seperti ini memerlukan pembacaan kembali perihal visi politik, atau setidak-tidaknya revitalisasi sebagai cara untuk membongkar di mana sebetulnya kelemahan visi politik kita selama ini. Khazanah Melayu dapat menjadi metode sekaligus referensi untuk menyelesaikan kemelut dan berbagai permasalahan Indonesia saat ini. 

Tidak ada komentar: